Liputan6.com, Jakarta - Menangis adalah cara bayi berkomunikasi pada fase awal kehidupannya. Namun, tidak jarang tangisan ini membuat ibu merasa cemas, panik, bahkan menyalahkan diri sendiri ketika gagal menenangkan buah hati. Padahal, kunci agar bayi lebih tenang justru berawal dari ketenangan sang ibu.
Psikolog klinis anak lulusan Universitas Indonesia, Saskhya Aulia Prima, M.Psi, mengatakan bahwa menangis merupakan bentuk komunikasi bayi yang sering kali disalahartikan sebagai rewel. Kondisi ini kerap membuat ibu muda merasa tegang dan tertekan.
"Kuncinya adalah memiliki parental reflective function, kemampuan orang tua untuk memahami perilaku anak dari sudut pandang pikiran, perasaan, dan kebutuhannya, sekaligus menyadari emosi diri sendiri," kata Saskhya.
Menurutnya, kemampuan ini membantu ibu mengelola emosi, memahami kondisi bayi saat rewel, dan merespons dengan lebih tenang. Dia, menambahkan, perubahan emosional ibu sejak masa kehamilan, seperti meningkatnya empati dan sensitivitas, dapat memicu stres ketika menghadapi bayi yang sering menangis.
Standar Ibu Sempurna dan Tekanan Emosional
Saskhya menyoroti fenomena ibu muda masa kini yang cenderung memiliki standar tinggi untuk menjadi 'ibu sempurna'. Hal ini termasuk dalam hal menenangkan bayi. Jika gagal, banyak ibu merasa panik hingga menyalahkan diri sendiri.
"Ibu muda kini punya standar yang cenderung ingin jadi ibu sempurna. Kalau bayi nangis terus dan merasa gagal menenangkan, mereka bisa panik sampai menyalahkan diri sendiri," ujarnya.
Dia menekankan pentingnya ibu tetap tenang ketika bayi menangis. Saat ibu tenang, bayi akan lebih mudah ikut tenang dan penyebab ketidaknyamanan yang memicu tangisan dapat teratasi.
"Jadi, ketika kita bisa center-nya, fokus ke anak, kita jadi tahu anaknya butuh apa, walaupun mungkin kadang-kadang kita salah tapi dua-duanya jadi lebih tenang," tambahnya.
Saskhya juga menyarankan ibu untuk mengambil jeda enam hingga tujuh detik guna menenangkan diri sebelum merespons bayi. Menurutnya, langkah kecil ini bisa membantu ibu berpikir lebih jernih dalam menentukan tindakan selanjutnya.
Perspektif Dokter Anak
Senada dengan Saskhya, dokter spesialis anak lulusan Universitas Indonesia, dr. Dimple Nagrani, Sp.A, menjelaskan, ketenangan ibu memiliki pengaruh besar pada kondisi bayi.
"Bayi selama dalam kandungan terbiasa mendengar detak jantung ibu yang stabil. Begitu lahir, kalau dia digendong dan mendengar detak jantung ibu yang berbeda karena panik atau cemas, maka bayi tidak akan bisa tenang," ujarnya.
Dimple, menambahkan, ketika ibu merasa deg-degan atau napasnya lebih cepat akibat panik, hal tersebut akan dirasakan bayi.
"Kalau kita deg-degan, napas kita jadi lebih cepat. Jadi, bayi kita itu tidak akan bisa tenang dengan seseorang yang saat menggendong itu deg-degan terus," ujarnya.
Pentingnya Kesadaran Emosi Orang Tua
Keduanya sepakat bahwa kesadaran emosi orang tua sangat menentukan kondisi bayi. Dengan parental reflective function, orang tua bisa memahami kebutuhan bayi sekaligus menjaga stabilitas emosi mereka sendiri.
Ketenangan ibu tidak hanya berdampak pada bayi, tapi juga membantu ibu mengurangi stres dan mencegah perasaan bersalah yang berlebihan. Hal ini pada akhirnya akan menciptakan iklim emosional yang lebih sehat di keluarga.