Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah untuk memperbaiki program Makan Bergizi Gratis (MBG) disambut baik oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.
Menurutnya, penutupan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah akibat kasus keracunan dalam program MBG ini harus menjadi momentum untuk membangun sistem yang lebih kuat dan akuntabel.
“Penutupan dapur yang bermasalah adalah langkah tepat, tetapi bukan solusi akhir. Perbaikan harus dilakukan di hulu," tuturnya lewat keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Minggu (28/9/2025).
Edy juga mengapresiasi kebijakan mewajibkan Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) pada semua SPPG. Menurutnya SLHS sebagai standar mutlak untuk preventif kasus keamanan pangan.
"Tanpa standar dasar ini, risiko keracunan akan selalu menghantui penerima manfaat MBG,” tutur Politisi PDI Perjuangan ini.
Edy menekankan bahwa pengawasan tidak boleh berhenti pada izin semata. Proses pemilihan bahan makanan, cara pengolahan, hingga distribusi harus berada dalam pengawasan ketat. Artinya seluruh proses sampai makanan itu diterima penerima manfaat MBG, harus diawasi.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu menyebut, pengawasan ini bisa tercapai jika Kementerian Kesehatan melalui puskesmas dan dinas kesehatan bekerja beriringan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Puskesmas dan dinas kesehatan (dinkes) memiliki infrastruktur yang lengkap di daerah.
“Selama ini kementerian dan lembaga jalan sendiri-sendiri. BGN (Badan Gizi Nasional) lebih mengejar kuantitas SPPG ketimbang kualitas. Ini berbahaya. Tanpa keterlibatan penuh pemerintah daerah, Kemenkes, dan BPOM, standar keamanan pangan tidak mungkin dijaga,” ungkap Edy.
Maraknya kasus keracunan MBG jadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Tiba dari lawatan ke empat negara, Presiden memastikan akan langsung memanggil Kepala Badan Gizi Nasional dan jajarannya.
Perlu Payung Hukum yang Jelas
Lebih lanjut, Edy mengatakan, agar kerja lintas lembaga berjalan efektif, diperlukan payung hukum yang jelas.
Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden harus segera diterbitkan sebagai dasar koordinasi dan pengawasan terpadu.
“BGN tidak bisa berjalan sendirian. Presiden harus memastikan bahwa Kemenkes dan BPOM masuk ke sistem sejak awal. Dengan begitu, standar mutu tidak hanya ditulis di atas kertas, tapi benar-benar dijalankan di lapangan,” ucapnya.
Pemerintah Harus Belajar Komunikasi dengan Empati
Edy juga menyoroti lemahnya komunikasi publik BGN dalam menghadapi kasus keracunan. Menurutnya, pernyataan yang meremehkan jumlah korban justru melukai perasaan masyarakat.
“Tidak ada kata ‘cuma’ dalam urusan keracunan makanan. Ini menyangkut nyawa dan kesehatan anak-anak kita. Satu korban saja sudah cukup menjadi alarm. Pemerintah harus belajar berkomunikasi dengan empati dan tanggung jawab,” ujarnya.
Edy menegaskan bahwa MBG adalah program besar dengan harapan besar. Namun, tanpa perbaikan sistem di hulu, pengawasan terpadu, dan komunikasi publik yang benar, program ini akan terus dibayangi masalah.
Hasil Rakor MBG 28 September
Pada Minggu, 28 September 2025, pemerintah sepakat bahwa semua SPPG harus memiliki SLHS dan SPPG yang bermasalah harus ditutup sementara.
Kebijakan ini dibuat agar kasus keracunan akibat santap MBG tidak kembali terulang.
Terkait hal ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan dirinya belum mendapat data lengkap terkait SPPG yang sudah memiliki SLHS. Namun, ia memastikan bahwa hal tersebut akan dipercepat di semua SPPG.
“Datanya saya belum dapat secara lengkap tapi memang SLHS ini kita akan percepat agar semua SPPG yang ada bisa memenuhi standar. Standar dari kebersihannya, standar dari orang-orangnya, standar juga dari prosesnya supaya baik. Dan diharapkan dalam satu bulan selesai semuanya,” kata Budi usai rapat koordinasi (rakor) di Gedung Kemenkes, Jakarta, Minggu (28/9/2025).
Ia tak memungkiri, meski sudah ada SLHS, SPPG harus selalu memastikan bahwa proses penyiapan makanan berjalan dengan benar.
“Harus ada juga prosesnya yang benar dan kita bersama BGN (Badan Gizi Nasional) akan mengontrol proses dari kesiapan makanannya, mulai dari pemilihan bahannya, pengolahan makanannya, kemudian penyajiannya seperti apa. Itu semua sudah kita sepakati bahwa nanti kita akan bantu bersama-sama agar tidak terjadi lagi seperti ini (keracunan),” paparnya.
Lantas, apakah jika dalam sebulan SPPG tak memiliki SLHS, maka akan ditutup?
“Itu sudah dikeluarkan instruksi dari BGN karena itu wewenangnya BGN, sejauh ini saya belum punya data tapi saya tahu bahwa sebagian besar masih dalam proses untuk bisa mendapatkan SLHS,” pungkasnya.
Tutup Sementara SPPG Bermasalah
Dalam rakor yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan bercerita, setelah kedatangan Presiden Prabowo Subianto di Tanah Air, presiden langsung mengumpulkan sejumlah menteri dan jajaran kabinet. Salah satu yang dibahas adalah perihal pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Pertemuan hari ini (28/9) untuk menindaklanjuti arahan Bapak Presiden dan mengambil langkah cepat,” ujar Menko yang akrab disapa Zulhas.
Dia dan para menteri lainnya sudah berdiskusi untuk mempercepat perbaikan dan penguatan tata kelola di BGN, berikut poin-poin penting yang dihasilkan:
- SPPG yang bermasalah akan ditutup sementara selama masa evaluasi dan investigasi
- Salah satu evaluasi yang utama adalah kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan juru masak di seluruh SPPG
- Sudah diwajibkan untuk sterilisasi sel...