Liputan6.com, Jakarta - Keracunan massal menu Makan Bergizi Gratis (MBG) memicu Pemerintah Daerah (Pemda) Garut menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Karena kondisinya sudah memerlukan penanganan khusus, kami sudah nyatakan sebagai KLB sejak tadi malam," ujar Bupati Garut Abdusy Syakur Amin usai upacara Hari Kesaktian Pancasila, di Lapangan Setda Pemda Garut, Rabu (1/10/2025) mengutip Regional Liputan6.com.
Penetapan KLB keracunan MBG di Garut dilakukan setelah Syakur menggelar rapat darurat bersama Sekretaris Daerah (Sekda) dan sejumlah pejabat tinggi lainnya.
"Seluruh biaya perawatan korban dugaan keracunan itu ditanggung penuh menggunakan pos Belanja Tidak Terduga (BTT)," kata dia.
Sebelumnya, keracunan massal MBG terjadi di wilayah Kadungora. Syakur menginstruksikan seluruh aparatnya terutama di desa sekitar kejadian untuk menyisir sekaligus mendeteksi warga, jika ada keluhan serupa, agar segera melakukan pemeriksaan.
"Jangan sampai ada warga yang enggan berobat karena takut biaya atau merasa jauh, semuanya ditangani gratis,” ujar dia.
Hingga Selasa malam (30/9) korban keracuanan di Garut tercatat 147 orang. Sebelumnya, Dinas Kesehatan Garut mencatat 131 orang siswa korban keracunan masih menjalani perawatan di dua lokasi yakni Puskesmas Kadungora dan Puskesmas Leles.
"Tiga di antaranya dirujuk ke rumah sakit, termasuk seorang balita, karena membutuhkan penanganan lebih intensif," ujar Bupati Garut.
Kasus keracunan makanan menimpa ratusan pelajar di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dinas Kesehatan mencatat ada sekitar 150 siswa mengalami gejala keracunan.
Kondisi Sebagian Pasien Sudah Membaik
Sementara, beberapa pasien sudah meninggalkan ruang perawatan, kondisi sebagian pasien mulai membaik, terlihat dari wajah pasien yang terlihat cerah dan gejala berangsur berkurang.
"Tetapi kita tetap monitor hingga delapan jam. Saya berharap mereka cepat sembuh, beberapa pasien tadi bahkan sudah bisa tersenyum," kata dia.
Pemerintah Kabupaten Garut belum memastikan penyebab utama keracunan massal. Masih menunggu hasil penelitian lebih lanjut.
Saat ini, dapur SPPG yang diduga menjadi penyebab keracunan sudah ditutup sementara, untuk kepentingan evaluasi.
Kasus Keracunan MBG hingga 27 September 2025
Dalam keterangan lain, dipaparkan bahwa korban keracunan hidangan MBG sudah mencapai 8.649 anak hingga 27 September 2025.
Berarti, terjadi lonjakan jumlah korban keracunan, sebanyak 3.289 anak dalam dua pekan terakhir. Data ini diungkap Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Pada September ini, jumlah korban keracunan per minggunya selalu mengalami peningkatan. Penambahan Jumlah korban terbanyak terjadi pada satu pekan lalu (22-27 September 2025), korban mencapai 2.197 anak.
“Alih-alih memberi pemenuhan gizi, makanan yang disediakan negara justru membuat ribuan anak keracunan massal. Tangis anak-anak pecah di ruang kelas, antrean panjang di rumah sakit, keresahan orangtua, dan trauma makan MBG adalah bukti nyata bahwa program ini gagap mencapai tujuan,” kata Ubaid dalam keterangan tertulis, Senin (29/9/2025).
Pemerintah Hanya Tutup SPPG Bermasalah
Atas kejadian ini, JPPI mengecam respons pemerintah yang hanya menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terdapat kasus keracunan.
“Bagiamana dengan SPPG lain yang juga terbelit berbagai masalah lainnya? Ini adalah pendekatan tambal sulam, ini dinilai sangat berbahaya dan mengabaikan akar permasalahan,” ujar Ubaid.
Dia menilai, keracunan hanyalah puncak gunung es. Masalah MBG lebih dalam dari itu.
“Kami menemukan praktik menu di bawah standar, pengurangan harga per porsi, konflik kepentingan, hingga pembungkaman suara kritis di sekolah. Karena itu, kami menuntut semua dapur dihentikan sementara untuk evaluasi dan pembenahan total,” papar Ubaid.
Pada Minggu, 28 September 2025, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan penutupan sementara SPPG yang bermasalah.
“SPPG yang bermasalah ditutup untuk sementara dilakukan evaluasi dan investigasi,” ujar Zulhas dalam Konferensi Pers Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Program Prioritas MBG di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Ia menjelaskan, evaluasi yang dilakukan meliputi kedisiplinan, kualitas, hingga kemampuan juru masak. “(Evaluasi) tidak hanya di tempat yang terjadi, tetapi di seluruh SPPG,” tegas Zulhas.
Selain itu, ia juga menginstruksikan agar seluruh SPPG mensterilisasi peralatan makan serta memperbaiki proses sanitasi, terutama terkait kualitas air dan alur limbah. Dan mewajibkan semua SPPG mengantongi Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS).