REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peringatan Boyongan Kedaton menjadi momentum penting untuk mengenang perpindahan Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober 1756 Masehi. Acara yang berlangsung di Kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta, pada Selasa (7/10/2025) tersebut dihadiri oleh Wali Kota Yogyakarta, Wakil Wali Kota, Kapolres, hingga tokoh masyarakat.
Acara ini menghadirkan berbagai penampilan, antara lain Sanggar Biola Quinta, Pecak Keluarga Madura Yogyakarta, Hadroh, serta doa lintas agama yang mencerminkan kerukunan dan keberagaman masyarakat. Selain itu turut digelar orasi pemuda dan tokoh Bregada Rakyat Sembada, serta tari Lawung Jajar Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Momentum peringatan sejarah Boyongan Kedaton, yakni hijrahnya Pangeran Mangkubumi yang jumeneng Noto Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Pesanggrahan Ambarketawang ke Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober 1756 atau 269 tahun silam, menjadi pengingat penting bagi masyarakat Yogyakarta. Peringatan ini mengajak kita untuk meresapi dan mengaktualisasikan nilai-nilai perjuangan serta semangat pendiri Yogyakarta dalam membangun kota yang berdaulat, berbudaya, dan penuh makna sejarah.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga ketenteraman dan keamanan kota. Ia menegaskan bahwa rasa damai dan nyaman yang selama ini menjadi ciri khas Yogyakarta harus terus dipelihara oleh semua pihak.
“Marilah kita jaga Yogyakarta ini agar tetap tentram dan damai, karena semua itu adalah kewajiban kita semua. Mari kita wujudkan bahwa Yogyakarta itu kota yang nyaman, kota yang tenteram, karena kota Yogyakarta itu kota yang istimewa. Mari kita jaga bersama ketentraman dan keamanan kota.” ujarnya.
Perwakilan Tokoh Masyarakat DIY, Suhud, menegaskan bahwa ia mengetahui sedikit-sedikit perkembangan Yogyakarta sejak tahun 1940-an sampai dengan 2025. ia mengatakan Yogyakarta ini kota yang istimewa, memang istimewa sehingga ayem tenteram, sehingga siapa pun yang tinggal di Yogyakarta rasanya tenang dan nyaman.
"Oleh karena itu pesan saya pada rekan-rekan mahasiswa atau pendatang-pendatang yang ada di sini, tolong ikut jaga daerah ini. Tolong dengan filosofi yang mengatakan di mana bumi dipijak, langit dijunjung," ujarnya.
"Saya kebetulan mempunyai tanggung jawab, rumah saya di Kecamatan Kraton. Saya punya tanggung jawab moral, kami ingin menjaga keraton yang merupakan sumber budaya, sumber tata krama, dan sebagainya. Oleh karena itu, budaya keraton yang selalu harus kita pegang itu yang paling sederhana yaitu nguwongke uwong," ungkap Suhud.
Acara ini ditutup dengan penampilan Bregada Rakyat Sembada serta Tari Lawung Jajar Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menggambarkan semangat keprajuritan dan keagungan budaya Yogyakarta.
Lebih lanjut, sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur, dilanjutkan dengan makan tumpeng bersama yang menandai berakhirnya Peringatan Boyongan Kedaton dengan suasana hangat, guyub, dan penuh makna.