LBH Yogyakarta mendampingi 14 anak yang diduga jadi korban salah tangkap polisi di Kota Magelang, Jawa Tengah pada saat demo ricuh 29 Agustus lalu.
14 anak ini disebut dipaksa mengaku ikut demo, disiksa, dan disebar data pribadinya yang sebabkan luka fisik dan psikis. Kini mereka menuntut keadilan.
Royan Juliazka Chandrajaya, tim advokasi dari LBH Yogyakarta mengatakan, 14 anak ini termasuk DRP (16 tahun) yang kasusnya sempat ramai sebelumnya. DRP sudah melaporkan kasus ini ke Polda Jateng.
LBH, kata Royan, mendapatkan data 13 anak lainnya saat mendampingi kasus DRP.
"Kami mendampingi korban sejak 16 September. Yang kami dampingi (anak berinisial) DRP. Setelah kami dalami beberapa dokumen dan duduk permasalahannya ternyata ada banyak sekali anak di bawah umur yang ditangkap selain DRP," kata Royan Juliazka Chandrajaya tim advokasi dari LBH Yogyakarta di kantor LBH Yogyakarta, Kamis (9/10).
Hasilnya sejumlah anak berhasil ditemui LBH Yogya. Mereka sempat ditangkap anggota Polres Magelang Kota. Masing-masing berinisial MNM (17 tahun), IPO (15 tahun), SPR (16 tahun), MDP (17 tahun), AAP (17 tahun), AP (15 tahun), DLP (16), NH (15 tahun), KEA (14 tahun), GAD (17 tahun), QAJ (14 tahun), HRR (15 tahun), dan MFA (17 tahun).
"Dari total itu 7 di antaranya yang memutuskan untuk melanjutkan ke proses hukum," katanya.
Menurutnya, hampir semua anak-anak ini ketika terjadi demonstrasi, mereka berada di sekitar alun-alun Magelang.
"Akhirnya polisi membubarkan gas air mata melakukan penyisiran, dan pengejaran. Di sinilah letak-letak masalahnya. Polisi akhirnya menangkap siapa pun orang-orang yang ada di sekitar lokasi kejadian tanpa mampu membuktikan bahwa orang-orang ini pelaku dari demonstrasi yang kami menggarisbawahi bukan pelaku demonstrasi tapi pelaku yang diduga melakukan perusakan pos polisi," katanya.
Catatan LBH Yogyakarta, anak-anak yang ditangkap ini diduga ditampar dengan sandal, wajah ditendang, kepala diinjak, ditinju perutnya, hingga dicambuk menggunakan selang.
Mereka juga diduga dipaksa untuk mengunyah sebuah kencur secara bergantian.
"Kalau memang mereka tidak mengikuti (demonstrasi) kenapa dipaksa untuk mengaku," jelasnya.
Ketika ditangkap, data pribadi mereka diambil mulai dari foto, nama, alamat, tanggal lahir, dan asal sekolah.
"Mereka dibebaskan sehari kemudian lalu datanya disebar ke mana-mana. Hampir semua desa di mana anak-anak ini tinggal semua tahu. Lalu di data itu ada keterangan bahwa anak ini pelaku demo yang rusuh sehingga ada stigma di masyarakat," katanya.
LBH Yogyakarta berencana akan melaporkan kasus 13 anak ini ke Polda Jawa Tengah pada 15 Oktober mendatang. Sebelumnya untuk korban DRP, LBH Yogya juga sudah lapor ke Polda Jawa Tengah pada 16 September lalu.
"Untuk laporan nanti yang baru di Polda Jawa Tengah karena masing-masing punya peristiwa sendiri, kami nanti akan pisahkan juga laporannya," katanya.
"Yang berbeda dari sebelumnya kami sudah mengantongi nama-nama polisi. Karena anak itu melihat name tag polisi. Kami akan sebutkan dalam laporan. Termasuk salah satu pejabat kepolisian Polres Magelang Kota kami sudah kantongi," tegasnya.